
Nampak tamu yang telah datang
KH. Zainuddin Pengasuh Pondok Pesantren Ploso, Wakil Bupati Saifullah
Yusuf. Hingga saat ini sholat jenazah sudah 7 gelombang. Beliau lahir
pada tanggal 02 Mei 1932 di Tuban dan wafat pada tanggal 29 Februari
2012.
Beliau dikenal dengan kyai sepuh serta karismatik.
Beliau juga pernah menjadi penasehat Presiden pada zaman Gus Dur.
Jenazah insya’allah akan dimakamkan di Pemakaman umum Widang pukul 12.00
wib.
Salah seorang dari 10 putra
almarhum itu menceritakan, ayahandanya menjalani perawatan di Graha
Amerta setelah mengalami stroke ringan akibat jatuh, namun setelah
membaik akhirnya menjalani perawatan di rumah hingga meninggal dunia
pada 29 Februari 2012.
Para wartawan yang ikut menjadi
saksi saat-saat melambungnya nama "guru spiritual" almarhum Presiden
Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pada awal era reformasi (1998) itu akan tahu
betapa almarhum tidak menyukai publikasi.
"Kami menerima pesan dari kiai,
kiai tidak bersedia menerima wartawan," ujar santri almarhum bila ada
wartawan yang datang untuk mewawancarainya.
Ya, nama Kiai Abdullah Faqih
mencuat menjelang Sidang Umum MPR 1998, terutama berkaitan dengan
pencalonan Gus Dur sebagai presiden, sehingga para wartawan pun
memburunya.
Saat itu, suara kalangan "nahdliyin" (warga NU) terbelah, ada yang mendukung pencalonan Gus Dur dan ada yang sebaliknya.
Dalam situasi seperti itu,
sejumlah kiai sepuh NU mengadakan pertemuan di Langitan, sehingga muncul
istilah "Poros Langitan" yang fatwanya sangat berpengaruh pada
pencalonan Gus Dur.
Pesan Kiai Abdullah Faqih untuk
Gus Dur itu dibawa KH. A. Hasyim Muzadi (mantan Ketua Umum PBNU).
Pesannya, "Kalau memang Gus Dur maju, ulama akan mendoakan". Restu Kiai
Faqih itu membuat Gus Dur meneteskan air mata dan memeluk KHA Hasyim
Muzadi.
"Sampaikan salam hormat saya
kepada Kiai (Faqih). Katakan, Abdurrahman sampai kapan pun tetap seorang
santri yang patuh kepada ucapan kiai," tutur Gus Dur kepada Hasyim
Muzadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar